Pengamat Keamanan Siber Ini Pro Aturan PSE Kominfo, Bagaimana Soal Pasal Karet?

Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, berharap Kementerian Kominfo tidak kaku dalam pendekatannya terhadap para penyelenggara sistem elektronik untuk penerapan aturan PSE Lingkup Privat.

Termasuk terhadap tuntutan revisi atas pasal-pasal yang dianggap karet yang menjadi keberatan sebagian kalangan atas aturan tersebut.

Tujuannya, kata Alfons, agar aturan bisa segera diterapkan sebagai langkah awal penegakan kedaulatan digital negara atas aktivitas banyak PSE, asing maupun lokal.

“Silakan diprotes dan diproses untuk sejumlah pasal karet itu tetapi, jangan karena itu jadi alasan menghentikan aturan PSE,” kata dia, Senin 1 Agustus 2022.

Alfons termasuk kalangan yang pro aturan PSE Lingkup Privat oleh Kementerian Kominfo.

Menurut dia, banyak instansi lain yang berkepentingan dengan aturan pendaftaran para PSE lokal maupun asing ini.

Dia menyebut contoh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia yang akan terbantu dalam mengelola dan mengawasi aplikasi finansial, pinjaman online dan dompet digital tak berizin.

“Kementerian Keuangan akan lebih bergigi ketika bernegosiasi menagih pajak kepada PSE asing yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia,” kata dia.

Begitu juga dengan gejolak politik dan kekacauan yang memanfaatkan penyebaran informasi dan disinformasi.

Dia menilai banyak kejadian tidak terduga seperti Arab Spring, Brexit dan menangnya Donald Trump di Amerika Serikat karena negara kurang mengawasi ranah digital.

Di Tanah Air, dia mencontohkan polarisasi yang terjadi dalam pemilihan presiden yang lalu sebagai akibat yang sama.

Bila pelaporan PSE sampai tak berjalan, Alfons berpendapat, “Potensi kerugiannya jauh lebih besar.” Alfons menilai Indonesia tergolong agak terlambat dengan aturannya itu karena PSE asing sudah menjalankan aktivitasnya bertahun-tahun tanpa pengawasan.

Aturan yang berlaku pada SE sepenuhnya ditentukan oleh penyelenggara yang bersangkutan melalui EULA, End User License Agreement.

“Dan karena PSE adalah entitas bisnis, tentunya kepentingan yang diutamakan oleh PSE yang bersangkutan adalah kepentingan pemegang saham yang secara logis akan mengutamakan kepentingan finansial di atas kepentingan lainnya,” tutur dia.

Namun, Alfons menambahkan, Indonesia lebih baik terlambat daripada tidak melakukannya sama sekali.

Dia menjelaskan, akses layanan digital tetap membutuhkan infrastruktur pendukung fisik baik akses wifi, seluler, jaringan fiber pendukung dan backbone.

Dari jaringan pendukung itulah akses digital bisa dikendalikan.

Selain terbuka atas masukan masyarakat mengenai pasal yang berpotensi merugikan pengguna, Kominfo diharapkannya melakukan pendekatan pendaftaran PSE dengan bermain cantik–tidak asal blokir.

Kominfo juga perlu melakukan pembenahan pada sistem dan organisasinya dimana profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal serta SDM yang mumpuni.

Ia memperingatkan agar Kominfo memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran sebagai sarana korupsi baru.

“Organisasi Uni Eropa dengan GDPR-nya yang profesional, disegani oleh PSE dan menjadi panutan banyak negara didunia, dapat dijadikan contoh,” kata Alfons.

GDPR yang dimaksud adalah Regulasi Proteksi Data Umum.

Ini adalah komponen dari Undang-Undang HAM dan Undang-Undang soal Privasi di wilayah Uni Eropa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *